Pages

Jumat, 18 Februari 2011

hidup itu belajar

ialah buku terbentang maha luas, berisi semua jenis ilmu dengan cerita serba unik. yang tak kan bosan untuk dibaca.

hidup itu belajar. belajar dari semua kejadian yang kita alami, teman kita alami, saudara kita alami, bahkan orang yang tidak kita kenal sekalipun yang tidak sengaja mengalami suatu kejadian di depan kita. kejadian sederhana dalam hidup, apapun itu sebenarnya adalah sebuah pelajaran berharga. Allah SWT sudah menyajikannya di hadapan kita. tinggal kita (dengan bijak) menggali hikmah dari apa yang terjadi.

sekitar dua tahun yang lalu, aku mendapatkan pelajaran berharga dari orang yang tak ku sangka.sebenarnya ini lebih terasa sebagai "Sentilan". ketika itu, aku menempuh perjalanan dengan kereta ekonomi dari Yogyakarta menuju Jakarta. kereta malam hari bersama dua orang teman kos ku yang berasal dari ibukota. kebetulan, ada libur beberapa hari dan dimanfaatkan untuk mudik bertemu keluarga walau hanya sebentar. aku pun diajak,sekedar melepas kejenuhan dari aktifitas kampus.

bagiku, kereta ekonomi eksotis. pedagang-pedagang hilir mudik sepanjang lorong dengan suara khas mereka merupakan hiburan bagiku. terkadang membuatku tertawa dengan cara unik mereka menawarkan dagangan. sekaligus itu semua sering membuatku mengomel dalam hati. jadi susah tidur kalau di kelas ekonomi, terlalu dan sangat berisik. (plin-plan sekali aku...:D)

"qua..qua...pi kopi..anget..anget.."

"peccceeeellll...peccceeelll..pecel mba...nasi anget..nasi anget.ayam,telur."

"pop mie..pop mie.nget anget..minum panas.."

selama itu produk kemasan yang sering diiklankan di TV, aku masih percaya walau agak curiga dengan air yang digunakan. apakah sudah dimasak dengan benar-benar mendidih atau belum. lebih baik menahan lapar sampai dikota tujuan daripada harus membeli makanan yang tidak terjamin kebersihannya, pendapatku kala itu.

"aku laper,beli nasi pecel yuk." teman ku akhirnya tergoda. sudah tengah malam dan kami memang belum sempat makan sebelum berangkat.

"hah?.emang bersih?.aku ga yakin..kamu aja deh yang beli.aku makan setelah sampai di Jakarta saja."

"ya bersih kok.yakin ga mau??Jakarta masih jauh..perjalanannya aja baru 3 jam"

daripada sakit perut,fikirku.

akhirnya dua temanku memutuskan membeli nasi pecel dan memanggil ibu dengan wadah plastik diatas kepala yang menawarkan nasi pecel. ibu itu, ku lihat sudah beberapa kali mondar mandir sepanjang gerbong.

"bu, pecelnya bu.."

"pecel neng?.alhamdulillah...alhamdulillah..terima kasih Ya Allah,akhirnya ada rezeki."

aku yang waktu itu sudah mengambil posisi untuk tidur dengan selimut jaket langsung menegakkan punggung dan kepalaku. memandangi ibu itu dalam keterkejutan. sebelumnya aku tidak pernah mendengarkan kalimat seperti itu dari seorang pedagang kecil di dalam kereta api. malah mereka menawarkan terkadang dengan kesan memaksa. bahkan tak jarang mengumpat saat penumpang yang ditawarkan hanya cuek dan berpura-pura tidur.

ibu penjual pecel itu menurunkan baskom dari atas kepalanya. membuka lembaran-lembaran daun pisang yang menutupi bahan-bahan pecel.

"mau berapa neng?."

"dua bu." dengan cekatan tangan yang kulitnya sudah berkerut dimakan usia itu meramu makanan tradisional bernama pecel itu. sambil menunggu, temanku mencoba beramahtamah.

"laris bu?."

"alhamdulillah,ini neng berdua beli pecel saya."

"jualan dari jam berapa bu?."

"dari tadi sore neng, trus pulang dulu sholat maghrib. trus jualan lagi. tapi dari tadi baru neng yang beli. alhamdulillah,ada rezeki dari Allah. saya bersyukur neng. ada rezeki untuk makan dan dagang lagi besok". aku tercekat dan beristighfar.

obrolan terus bergulir. ibu itu, janda dan tak menyebutkan jumlah anaknya. kami pun tak ingin menanyakan. mendengar pengakuan polosnya saja begitu miris dan tak ingin membuat beliau merasa sedih. tidak setiap malam ada yang membeli. karena saingan cukup banyak dan beberapa penumpang mungkin befikiran sama denganku. soal kehigienisan.
dua bungkus pecel berpindah tangan dan ditukar dengan uang Rp.6000.

"neng ga makan?." perempuan paruh baya itu memandangku dengan mata penuh harap.

"nyesel kalo ga beli". teman ku begitu menikmati pecel yang berwadahkan daun pisang itu.

"boleh bu, satu lagi". lagi-lagi ibu itu mengucap syukur beberapa kali. uang dariku digenggamnya dengan penuh haru sambil terucap doa agar diberi rezeki melalui tangan pembeli yang lain.

aku kaget ketika lidah ku menyentuh makanan itu. rasanya enak sekali. jujur saja, aku tidak begitu suka dengan makanan berbumbu kacang. tapi untuk kali ini, pendapatku tentang bumbu kacang berbeda. mungkin karena tangan yang mengolahnya selalu tak henti berdoa atas karunia Allah SWT.

hampir saja aku menangis diantara suap demi suap yang masuk ke mulut ku. aku, seorang mahasiswi di perguruan tinggi yang cukup terkenal. apa yang dibutuhkan tinggal mengatakannya pada orang tua dan terkabul. aku, yang menempuh perjalanan ke Jakarta dengan tujuan liburan, yang sempat mengutuki betapa buruknya kondisi kereta ekonomi, sumpek, bau, dan berisik karena suara pedagang hilir mudik. aku, jarang berucap hamdalah atas rezeki yang ku dapat. ku pandang sebagai buah dari hasil usahaku.
Ya Rabb...ampuni aku...

sedangkan ibu itu harus melewatkan malam demi mengais rezeki Allah SWT dalam bisingnya suara mesin kereta. yakin dengan jalan rezekiNya lewat pembeli seperti kami yang diharapkan membayar hanya dengan 3000 perak. tak pernah lupa kalimat-kalimat syukur penuh penghambaan padaNya.

Ya Allah..terima kasih untuk perjalanan indah ini...terima kasih untuk sebuah pelajaran berharga ini...

dari kejadian itu, aku belajar dan selalu belajar menikmati indahnya hidup dengan penuh kesyukuran. dan tak lupa..selalu belajar dari hidup...

Kamis, 10 Februari 2011

karena itu yang disebut tawakal

sebuah kata yang penuh rahasia. kejutan indah di setiap sisinya.

mungkin dulu aku tak begitu mengenal tawakal. kata menakjubkan dengan makna penyerahan diri dan berpegang teguh padaNya.

sebuah hadits dari HR.ahmad, turmidzi, dan Ibnu Majah yang ku ingat intinya, bertawakallah dengan sebenar-benarnya pada Allah SWT, maka kalian akan diberi rizki oleh Allah SWT seperti seekor burung yang pergi pagi dengan lapar dan pulang sore dengan kenyang. hadits yang selalu teringat setiap kali melihat burung-burung yang terbang di sore hari dari balik jendela kamar kos ku.

disadarkan oleh masalah yang dialami dalam perjalanan hidup, itu juga yang ku rasakan. mengawali kecintaanku terhadap ketawakalan. di saat semua masalah mencoba mencekik dan membunuh semangat diri, tawakal sebaik-baiknya obat. hanya Dia yang akan merengkuh kita dengan ikhlas walau dengan segala pengkhiatan kita padaNya.

saat merasa "tidak bisa" lengkapi usaha dan doa yang dilakukan dengan tawakal. akan terbuka rahasia tentang ke"mampu"an.
percaya dengan keajaiban??. saat mengidap suatu penyakit yang bahkan tidak bisa disembuhkan secara medis, tawakal membuatnya menjadi suatu proses menuju kebahagiaan karena masih bisa memetik hikmah dari penyakit itu. bahkan tawakal pernah membuat penyakit yang ada menjadi tidak ada. sembuh tanpa bisa dijawab dengan penjelasan medis.

pernah merasa tak ada orang yang bisa diharapkan untuk membantu mu mencari pemecahan masalah?
sebagai manusia sebenarnya (hehe), tentu aku juga pernah merasakan itu. saat permohonanku diacuhkan, saat muka memelasku dikasihani dengan hanya obral janji, saat curhatku menjadi angin yang masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri, tawakal membuka hatiku untuk percaya, ada pertolongan Maha Besar yang bahkan melebihi apa yang kita harapkan jika kita meminta pertolongan manusia. bantuan Allah SWT tak terduga, datang dari mana saja.


tawakal juga mengajarkan keikhlasan atas result yang berbeda dari yang kita harapkan. mungkin menurut Allah SWT yang terbaik bukan jalan kanan karena tak akan ada cerita istimewa dibalik itu. diberikan hasil melalui jalan kiri, siapa tw ada cerita menarik untuk diceritakan sebagai motivasi bagi orang lain dan anak-anak kita kelak.


saat ku kehilangan keyakinan, kau nyalakan harapan-unic